Langsung ke konten utama

Pers Indonesia

Pers indonesia dimata ilmu politik dan ilmu komunikasi?

Berbicara tentang pers Indonesia tentu saja akan membahas sisi luar pers Indonesia yang mempengaruhi hukum pers kita serta sistem pers kita hingga saat ini. Mengapa demikian? Tentunnya berbicara tentang pers kita dapat dibilang berkembang lebih lambat daripada Negara-negara di Eropa, Amerika Serikat dan bahkan Jepang. Negara-negara tadi inilah yang sebenarnya dari sisi histories sangat mempengaruhi sitem pers Indonesia selain sistem hukum dan kebijakan pers dalam negri yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pada umunya pemberitaan berita terkait dengan ideology dari lembaga media yang bersangkutan dan tentunya beberapa orang yang memiliki sisi ‘kekuatan’ dalam mempengaruhi media. Sebagai contoh Metro TV tidak akan menyiarkan berita tentang keburukan Surya Paloh di hadapan public atau dengan kata lain mereka terkekang oleh pemiliknya.
Secara umum media massa juga tidak terlepas dari budaya, sejarah, suku dan perspektif nilai dari masyarakat dimana sebenarnya masayarakat adalah tokoh utama dalam hal ini. Hal ini kemudian memunculkan beberapa orientasi lembaga media yang dikenal sebagai New Order Media dimana secara garis besar sebenranya bertujuan untuk mencari profit dan atau non profit. Maksudnya adalah masing-masing media mempunyai ideology dan tujuan mereka masing-masing yang nantinya mempengaruhi program acara dan pemberitaan mereka. Mereka dapat membagi 2 orientasi tersebut menurut porsi yang mereka inginkan.
Pers Indonesia adalah pers yang unik dimana hanya satu Negara yang menganut sistem Pers Pancasila yaitu Indonesia kita tercinta. Pers Pancasila sendiri mempunyai acuan terhadap dasar falsafah Negara Indonesia yaitu Pancasila. Dengan Pers Pancasila ini diharapkan mempunyai unsur kekeluargaan dan tentunya asas liberalitas. Pers Pancasila ini muncul bermula dari mengenalnya masyarakat kita akan mass media yang berorientasi liberal dan sosialis/komunis. Dua paham inilah yang sebenarnya banyak digunakan Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dengan Pers Liberalnya dan Uni Soviet atau Rusia dengan Pers Sosialisnya yang bila kita tahu sistem pers dari kedua Negara adi daya tersebut mengacu pada ideology Negara mereka masing-masing.

Pers Indonesia tidak luput dari masa-masa suram menurut sejarahnya. Contoh nyata adalah pada masa Orde baru dengan pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto dengan sistem otoriternya yang membatasi kebebasan pers dalam negri. Banyak media cetak khususnya yang kena bredel karena dianggap terlalu berani mengkritik Orde Baru dan Soeharto. Namun di sini kita tidak hanya berbicara mengenai media cetak saja namun meliputi radio dan juga televise dalam hal perkembangannya dari era ke era selama beberapa tahun . Sumber daya manusia di Indonesia sendiri juga mulai bertambah baik dan maju dimana telah menerapkan teori komunikasi moderen seperti teori sender and receiver yang banyak digunakan guna sebagai acuan acara serta target pasar. Hal lainnya dialami oleh media broadcasting dimana sejak Indonesia mempunyai satelit Palapa guna mendukung komunikasi, kita telah mampu dan mau menyerap tayangan televise dari luar negri, sebut saja TV3 dari Malaysia, CNN dan masih banyak yang lain walaupun harus menggunakan parabola.

Tentunya kita mengenal RRI (Radio Republik Indonesia) dan TVRI (Televisi Republik Indonesia) dimana lembaga radio dan televisi milik Negara pertama dengan orientasi non profit. Berdirinya RRI sendiri juga tidak lepas dari pengaruh banyak stasiun radio di luar negri guna menyebarkan informasi, kampanye/propaganda dan masih banyak yang lain. Radio dan media cetak di Indonesia khususnya banyak dipengaruhi oleh Jepang dimana di saat itu juga kita mengenal cara berorganisasi dan menejerial yang baik. Di era Soekarno dan perjuangan kemerdekaan RRI dipakai sebagai alat menyatukan rasa para pejuang tanah air sekaligus media jembatan dalam menyebarkan proklamasi kemerdekaan kita kepada seluruh rakyat Indonesia. Seiring tergulingnya Soekarno media di Indonesia kemudian mengalami perubahan yang drastis dengan adanya Orde Baru milik Soeharto yang seakan melakukan penetrasi social, otoriter dan tak terkalahkan dan di era inilah RRI dan TVRI digunakan sebagai media Orde Baru guna menanamkan ideology mereka ke masyarakat Indonesia. Pada era ini juga banyak kasus-kasus social memprihatinkan yang tak dapat di ekspos oleh banyak media di Indonesia akibat sikap otoritas dari Orba. Sekarang RRI telah berdiri sebagai radio public yang mandiri dan tidak terpengaruhi lagi oleh kewajiban mereka mendahulukan kepentingan pemerintah atau Negara yang berarti RRI telah hidup mandiri dan menyerupai radio public lainnya dengan orientasi profit melalui iklan. Hal ini diakibatkan ketatnya persaingan radio sendiri terhadap mutu acara mereka sehingga diperlukan orientasi baru serta dana yang segar pula.

Seiring perkembangan pasar kemudian munculah RCTI dan SCTV dengan selisih kurun waktu 1 tahun sebagai stasiun televise swasta pertama yang berorientasi pasar atau profit. Dari sisi jurnalistik mereka dapat dibilang stasiun televise yang mempunyai program acara yang relative bagus ketimbang TVRI. Hal ini disebabkan mereka lembaga penyiaran swasta yang tercukupi dananya serta tidak dibatasi oleh ideology kolot untuk terus mengekspos Presidennya yang sedang berjalan-jalan keluar negri, pidato kenegaraan ataupun kunjungan ke desa-desa guna meningkatkan swadaya pangan walaupun sebenarnya otoritas Orde Baru masih berjalan.
Setelah Orde Baru runtuh atau setelah reformasi, kebebasan pers di Indonesia mulai nampak lebih terlihat lebih maju dan lebih responsive. Mereka merasa tidak ada lagi dominasi kepentingan dari para orang yang mempunyai kedudukan di pemerintahan sehingga mutu berita menjadi lebih objektif dan bertambah. Dengan kata lain adalah diperlukannya kesadaran dari masyarakat, kebenaran dan keberanian memberitakan kebenaran serta keterbukaan sistem itu sendiri. Hingga saat ini khususnya dalam media penyiaran atau televise dibingungkan lagi oleh adanya pemberlakuan TV jaringan dimana setiap daerah hanya mampu menikmati secara gratis TV lokal saja dan selebihnya harus berlangganan. Alasannya adalah karena dirasa dengan cara ini akan meningkatkan sumber daya daerah, namun hingga sekarang tidak ada tindak lanjutnya.

Menurut saya, Indonesia masih dalam tahap menengah awal dalam perjuangannya membentuk sistem pers yang unggul. Untuk kedepannya saya rasa Indonesia mampu bersaing dengan pers di banyak Negara maju lainnya dimana dilihat dari segi teknologi kita masih sedikit ketinggalan. Hal ini juga diperlukan dukungan dari semua pihak khususnya pemrintah yang selalu bersikap netral dan selalu menjunjung kebebasan pers yang telah dibuat aturannya. Bersama dengan kode etik wartawan diharapkan akan menimbulkan Pers Pancasila sebagai ideology pers yang terbaik.

Komentar

  1. enaknya masa depan pers kita gimana ya?

    BalasHapus
  2. sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit!!! Maju terus buat negara kita...

    BalasHapus
  3. thx bw artikelnya mas...kaya makalah PT banget ya...hehe!!!!tapi kalo dipikir-pikir emang jaman dulu kita nonton TVRI ya gitu-gitu aja. Bagaimana dengan keadaan sekarang?

    BalasHapus
  4. selamat untuk artikelnya

    BalasHapus
  5. Pers Indonesia apakah dapat membawa pembaharuan bagi negeri ini? terkadang pers kurang mengindahkan hal-hal privasi, misalnya saja tentang gosip artis dan semacamnya

    BalasHapus
  6. dari sisi teknologi juga kita kalah jauh dari negara maju lainnya!!! padahal teknologi sangat berperan

    BalasHapus

Posting Komentar

BAGAIMANA TANGGAPAN ANDA?

Postingan populer dari blog ini

High Context Dan Low Context

Secara umum, masyarakat di Indonesia sangat erat hubungannya dengan high context yang sebenarnya dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya masyarakat Jawa yang dipengaruhi oleh budaya sopan santun dalam berbicara dan berusaha menjaga sikap dalam bergaul menjadi aspek penting dalam terciptanya high context.

Istilah Njawani; Filosofi Pedoman Perilaku

Filosofi Njawani dan Falsafah Jawa  - Diartikan sebagai orang Jawa yang hidup dengan nilai-nilai dan ajaran-ajaran leluhurnya. Banyak sekali orang yang berasal dari suku Jawa masih memakai tuntunan tersebut untuk bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain yang sesama suku ataupun berbeda budaya. Pedoman hidup untuk berperilaku, berpikir serta bagaimana cara untuk mencapai tujuan masyarakat Jawa pada umumnya diarahkan untuk tidak melukai sesama bahkan mengajak mereka untuk selaras.

Komunikasi Konvergen ala WILBUR SCHRAMM

Dia membuat serangkaian model komunikasi dimulai dari model komunikasi manusia yang sederhana sampai model yang rumit yang memperhitungkan pengalaman dua individu yang mencoba berkomunikasi hingga ke model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu.