Citra
perempuan bagi beberapa orang mungkin berbeda namun yang pasti keberadaan
mereka merupakan bagian dari yang terpenting atas kehidupan manusia. Tanpa
perempuan bisa dikatakan tidak ada proses keberlangsungan hidup umat manusia,
naasnya kerap kali mereka para perempuan kerap tidak dihargai dan dilecehkan
oleh lawan jenisnya dan ini nyata dapat ditemui dikehidupan di sekitar kita.
ilustrasi |
Lain
lagi masalah perempuan saat mereka “harus” bekerja sebagai penghibur (bukan
PSK) di suatu klub malam, parahnya lagi citra perempuan seakan dibuat “miring”
oleh para kapitalis demi meraup keuntungan dan memikat tamu atau konsumen.
Contoh paling nyata dalam hal ini adalah
SPG (Sales Promotion Girls), umbrella girl ataupun pelayan pengantar minuman di
suatu kafe atau klub malam. Menjelaskan fenomena ini sama saja kita bertanya
tentang “apakah mungkin seorang pria yang berstatus sebagai pemuka agama
menikah dengan perempuan pegawai klub malam?” Citra perempuan yang tersebutkan
tadi sebenarnya dipandang hanya sekilas saja atau nampak dari luarnya saja
sehingga kesan “wanita malam” membayangi kehidupan mereka, parahnya lagi mereka
di cap sebagai perempuan murahan, gampangan dan hobi nge-seks.
Kisah
lain adalah seputar para perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga
di berbagai daerah, faktanya memang sebagian dari mereka dulunya tidak
mengenyam dunia pendidikan yang cukup dan dari asumsi inilah seringkali muncul
tindakan pelecehan atas majikan kepada para pembantunya. Sebagai contoh adalah
“Siti…tolong belikan rokok di warung sebelah ya? Ga usah pakai lama” dari
contoh kalimat tersebut sudah dapat dijelaskan bahwa sosok Siti tidak lebih
dari seorang perempuan pesuruh yang harus menurut kepada majikan walaupun
mereka juga digaji.
Dari rangkain beberapa contoh di atas kita
bisa memetik nilai bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadikan perempuan
tidak mendapatkan “porsi” yang ideal di mata para pria:
·
Tingkat pendidikan
Ini menjelaskan fenomena bahwa
perempuan yang tidak mempunyai pendidikan yang cukup hanya akan jadi konco
wingking, pesuruh atupun orang yang menemani suami saat berada di ranjang
setelah sang suami lelah bekerja.
·
Uang
Karena rata-rata budaya kita masih
menganut pria yang harus menafkahi keluarganya maka secara tidak langsung
posisi perempuan akan lemah secara materi dan kekuasaan menentukan kebijakan
rumah tangga. Dalam hal ini tidak ada pilihan lain kecuali nurut dengan suami.
·
Budaya patriarki
Budaya ini mengedepankan laki-laki
sebagai kaum yang mendominasi di segala bidang ketimbang perempuan. Secara
terus menerus konsep dan citra perempuan dapat digiring dan dibentuk oleh
laki-laki yang mempunyai kekuatan untuk itu sehingga terjadilah wanita sebagai
bahan objek laki-laki.
·
Pribadi
Ini merupakan faktor dari dalam diri
si perempuan tersebut yang secara sadar meletakkan harga dirinya dibawah
laki-laki. Namun terkadang hal ini juga dipicuu oleh rentetan 3 faktor di atas
yang menyebabkan rasa keterpaksaan perempuan melakukan suatu hal yang dianggap
murahan, misalnya saja: PSK, salon plus-plus, ayam kampus ataupun kegiatan
sepele lain seperti berpakaian seksi untuk memikat para pria.
Secara alamiah perempuan memang
tidak lebih mempunyai kekuatan lebih dari segi fisik ketimbang para laki-laki
namun ini bukan menjadi alasan atas beberapa fenomena pelecehan terhadap kaum
perempuan yang sudah terjadi di sekitar kita. Selama tahun 2011 dari Bulan
Januari hingga Oktober terjadi 21 kasus pemerkosaan di Gresik,Jawa Timur. Ini
Ini berarti rata-rata dalam setiap bulan setidaknya terjadi dua kasus
pemerkosaan. Komnas perempuan juga mencatat pada 2011 telah dilaporkan adanya
105.103 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia dan 3.753 kasus
perkosaan. Dari semua kasus tersebut perkosaan dilakukan oleh kaum laki-laki.
Hal ini sangat memperihatinkan
maka guna mengatasi hal tersebut adalah perempuan akan lebih baik membekali
diri mereka dengan pendidikan, semangat dan keberanian sehingga perjuangan
emansipasi tidak akan berakhir begitu saja.
Komentar
Posting Komentar
BAGAIMANA TANGGAPAN ANDA?