Langsung ke konten utama

Waria Juga Manusia

Sudah bukan hal yang baru lagi jika membicarakan masalah waria di negeri ini. Hingga sekarang pun waria masih belum mendapatkan porsi sebagaimana mestinya, selain itu eksistensinya juga kerap dipandang sebelah mata. Mungkin jika beberapa dari kita sedikit menjernihkan hati dan pikiran maka mereka para waria pun sama seperti manusia pada umumnya.
Bagi sebagian orang mungkin waria bukan menjadi sosok asing namun mungkin juga sangat asing, tidak asing karena bisa dijumpai dimana saja dan menjadi sangat asing karena tidak pernah sekalipun berinteraksi dengan mereka. Asumsi yang sudah melekat adalah dalam bidang kerja dan usaha mereka para waria tidak lepas dari salon, apakah benar demikian?
ilustrasi
Konstruksi sosial terhadap waria pun juga harus dimengerti serta dipahami oleh banyak orang. Dalam beberapa kesempatan soal gender dan seksualitas maka seringkali kaum waria menjadi masalah dan terkesan berada di luar kebiasaan. Pemahaman dasar dari waria adalah sifat dasar mereka yang sudah terbentuk secara demikian sehingga mempengaruhi sikap dan cara mereka bersosialisasi. Di samping itu mereka tidak ada bedanya dengan yang lain. Sempat beberapa waktu lalu PT. KAI membuat hal yang dikatakan sebagai “solusi” dimana menyediakan gerbong khusus untuk wanita dan ibu-ibu menyusui, lantas yang menjadi pertanyaan dimanakah letak gerbong waria?
Contoh-contoh semcam itu dapat dinilai bahwa kerap kali keberadaan mereka tidak dianggap secara normatif di lingkungan normal. Saat seorang anak kecil berkata kepada  ke dua orang tuanya “mereka para banci kok serem ya?” memaknai pertanyaan semacam ini jika tidak paham dan berusaha memaknai keberadaan mereka mungkin jawabannya “iya, mereka itu aneh” dimana terkesan skeptis. Namun mungkin akan menjadi berbeda jika seseorang memahami betul apa yang menjadi permasalahan sehingga akan menjawab “tidak, mereka itu unik”.
Sebenarnya di banyak sumber berupa catatan, percakapan dan pengalaman berbagai orang yang terkait dan mendalami terhadap kehjidupan waria ini malah justru terkesan dan mempunyai pengalaman yang tak terlupakan. Semisal saja jika mereka menjadi waria adalah karena bukan pilihan mereka dan harus menghadapi peliknya kehidupan keluarga karena mereka merasa tidak terima, belum lagi status mereka juga menjadi kontroversi bagi masyarakat sehingga bisa dibayangkan tempat mereka dimasyarakat hanya sebatas porsi kecil. Mungkin bagi kita mereka malah menadi sosok panutan yang mandiri dimana mereka pandai untuk menciptakan lapangan usaha, kreatif bahkan ulet dalam memperjuangkan hidup mereka.
Sudah banyak contoh yang ternyata para waria mempunyai tempat kerajinan sendiri, mempunyai pondok pesantren dan anak asuh serta beberapa usaha lainnya yang mampu mendongkrak perekonomian. Kita kesampingkan dulu masalah prostitusi yang katanya selalu terkait dengan para banci namun perlu diingat prostitusi dapat menjangkiti siapa saja dan kapan saja. 
Perlunya perubahan konstruksi terhadap para waria serta menganggap keberadaan mereka merupakan salah satu hal yang harus dilakukan. Di KTP kita mengenal dua jenis identitas kelamin yaitu pria dan wanita sedangkan waria tidak ada. Secara biologis maka pemaparan indeks kelamin seperti itu dapat dibenarkan namun secara sosial belum tentu mereka para waria merasa ditinggikan. Diperlukan penyesuaian-penyesuaian agar merasa sama-sama tidak canggung dan berusaha saling memahami antar sesama. Seringkali hanya karena status sosial mereka keadaan menjadi dipersulit dan menjadi terabaikan. Jika sudah seperti ini apakah mungkin seorang presiden nantinya dijabat oleh seorang waria?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

High Context Dan Low Context

Secara umum, masyarakat di Indonesia sangat erat hubungannya dengan high context yang sebenarnya dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya masyarakat Jawa yang dipengaruhi oleh budaya sopan santun dalam berbicara dan berusaha menjaga sikap dalam bergaul menjadi aspek penting dalam terciptanya high context.

Istilah Njawani; Filosofi Pedoman Perilaku

Filosofi Njawani dan Falsafah Jawa  - Diartikan sebagai orang Jawa yang hidup dengan nilai-nilai dan ajaran-ajaran leluhurnya. Banyak sekali orang yang berasal dari suku Jawa masih memakai tuntunan tersebut untuk bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain yang sesama suku ataupun berbeda budaya. Pedoman hidup untuk berperilaku, berpikir serta bagaimana cara untuk mencapai tujuan masyarakat Jawa pada umumnya diarahkan untuk tidak melukai sesama bahkan mengajak mereka untuk selaras.

Komunikasi Konvergen ala WILBUR SCHRAMM

Dia membuat serangkaian model komunikasi dimulai dari model komunikasi manusia yang sederhana sampai model yang rumit yang memperhitungkan pengalaman dua individu yang mencoba berkomunikasi hingga ke model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu.