Langsung ke konten utama

Takut Untuk Terlihat Miskin Di Sosial Media


"Apa yang anda lihat belum tentu apa yang anda lihat, realitas mereka adalah milik mereka sedangkan kebenaran adalah milik bersama". Kebutuhan dan keinginan dalam hidup manusia semakin hari kian bertambah kompleks. Kebutuhan dasar akan sandang, pangan dan papan sekarang ini dihadapkan pada visualisasi imitatif yang sebenarnya umum disebut sebagai keinginan. Ternyata tidak hanya sesederhana itu; latar belakang pendidikan, gaya hidup, norma bahkan keinginan dalam ranah diluar pribadi menjadi faktor yang mempengaruhi mengapa manusia mempunyai kecenderungan untuk enggan dan menghindari hidup dalam keadaan miskin.


Sesuai definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), miskin adalah kondisi dimana manusia dalam keadaan serba kekurangan, tak berharta atau berpenghasilan sangat rendah. Melihat ini maka sah-sah saja ketika mengkategorikan seorang pemulung yang berpenghasilan 300 ribu per bulan sebagai orang yang menyandang predikat miskin. Tapi ada yang menarik dari miskin, takut terlihat miskin dan dimiskinkan. Ke tiga hal tersebut adalah kajian nyata di sekitar kita bahkan mungkin sangat populer dalam kehidupan sosial media sehari-hari yang selalu dilihat dalam timeline. Uniknya adalah secara sadar/tidak sadar sebagian dari kita ikut menekan tombol like bahkan ikut berkomentar positif terhadap kondisi tersebut.

Miskin Dalam Arti Sesungguhnya

Orang miskin berpenghasilan Rp 300.000,00 per bulan tidak akan menutup-nutupi kondisi kemiskinan yang dihadapinya. Kenyataannya orang-orang dalam keadaan miskin ini membutuhkan pihak lain untuk keluar dari keterpurukan. Ketika anda melihat suatu foto orang miskin sesungguhnya di sosial media dan mempunyai caption foto sebagai ajakan untuk meringankan beban mereka, maka anda sudah menjumpai orang miskin sesungguhnya.  

Takut Terlihat Miskin

Ketika orang miskin tidak takut terlihat miskin secara materi, maka orang sok kaya justru sangat ketakutan jika terlihat miskin secara materi. Uniknya adalah kekayaan dalam bentuk harta mempunyai sifat cenderung untuk dipamerkan, sedangkan sebaliknya kemiskinan justru tidak untuk dipamerkan, barangkali anda akan menjawab "ya iya lah, masa sih miskin kok dipamerin". Melihat dari situ, orang miskin dijelaskan sebagai orang yang tidak terlalu membutuhkan eksistensi berupa narsisme diri sedangkan orang yang ingin kaya bekerja keras untuk membuktikan kepada sekitarnya bahwa ia sedang dalam keadaan kaya harta, berkedudukan bahkan membentuk representasi sebagai sosok manusia fungsional yang dalam kenyataanya belum tentu demikian. 

Dimiskinkan

Di era kekinian yang semakin kompleks ini, life style adalah bagian dari dinamika sosial yang berpotensi untuk memiskinkan manusia di dalamnya. Dalam hal ini budaya konsumerisme menjadi sangat melekat dan dijadikan sebagai sarana untuk memvisualisasikan keadaan "mapan" secara materi. Bukan tidak mungkin jika seseorang yang sering makan makanan mahal yang diunggah di sosial media dijadikan sarana pencitraan sekaligus berlawanan dengan kondisi sebenarnya. Bukan tidak mungkin ketika seseorang mengupload banyak foto mengenai diri mereka, sebagai contoh: ketika berada di hotel bintang mewah dengan caption macam-macam atau ketika sebuah narsime dipaketkan dalam suatu wadah pose dan mobil; mereka justru sebenarnya dimiskinkan oleh gaya hidup mereka sendiri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

High Context Dan Low Context

Secara umum, masyarakat di Indonesia sangat erat hubungannya dengan high context yang sebenarnya dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya masyarakat Jawa yang dipengaruhi oleh budaya sopan santun dalam berbicara dan berusaha menjaga sikap dalam bergaul menjadi aspek penting dalam terciptanya high context.

Istilah Njawani; Filosofi Pedoman Perilaku

Filosofi Njawani dan Falsafah Jawa  - Diartikan sebagai orang Jawa yang hidup dengan nilai-nilai dan ajaran-ajaran leluhurnya. Banyak sekali orang yang berasal dari suku Jawa masih memakai tuntunan tersebut untuk bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain yang sesama suku ataupun berbeda budaya. Pedoman hidup untuk berperilaku, berpikir serta bagaimana cara untuk mencapai tujuan masyarakat Jawa pada umumnya diarahkan untuk tidak melukai sesama bahkan mengajak mereka untuk selaras.

Komunikasi Konvergen ala WILBUR SCHRAMM

Dia membuat serangkaian model komunikasi dimulai dari model komunikasi manusia yang sederhana sampai model yang rumit yang memperhitungkan pengalaman dua individu yang mencoba berkomunikasi hingga ke model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu.